RSS Feed

Jumat, 30 Oktober 2009

Dapatkah Aku Belayar Mencari Penawar Sepi










Hati ku terluka kerinduan…
Mencari wajah disebalik mata…
Hati ku kusut kesepian…
Tanpa cinta dari Dia…

Dapatkah aku merindui Mu…
Dalam takbir Al-Quran…
Dapatkah aku mencintai Mu…

Dalam tirai perjalanan…
Telah ku teroka segala Rahsia…
Walau mendung menunjuk hampa…
Telah ku menoktahkan dalam lena…
Walau mentari muncul bahagia…

Dapatkah aku memburu Mu…
Dalam segala kepahitan mengundang…
Dapatkah aku melihat Mu…
Dalam segala kekusutan mendatang…

Ke mana harus ku tuju…
Segala rindu mencengkam jiwa…
Ke mana harus ku mengadu…
Segala cinta didalam jiwa…

Dapatkah aku memeluk Mu…
Dalam lena tidur ku…
Dapatkah aku sembah Mu…
Dalam sujud diatas sejadah ku…

Dimana kewujudan diri Mu…
Tunjukkan kepada hamba Mu ini…
Dimana tempat tepat Mu…

Akan ku cari wajah Mu…
Walaupun ku mati dalam penglihatan ini…
Kerana diriMu…
Aku belayar mencari penawar sepi…


Nukilan:
Dhamah Syifflah

Kamis, 29 Oktober 2009

Hampir 29 Tahun…


 Ya, kurang lebih 29 tahun kebersamaan aku dengan Bambang. Kami berteman sejak berumur belum satu tahun dan saat aku masih dikandungan Ibu…hehehe. Memang pada awalnya karena orang tua aku dengan keluarga Bambang hidup bertetangga, kami tumbuh dari ekonomi dan latar belakang keluarga yang biasa-biasa saja. Tinggal di kontrakan yang agak sedikit kumuh namun warganya amat bersahabat dan kekeluargaan, maklum karena mayoritasnya adalah pendatang (perantau).

    Ada kejadian yang sampai saat ini tidak dapat aku lupakan, kira-kira saat itu usia aku 3 tahun. Dimana ayahku sedang sibuk bersama tukang-tukang membangun rumah baru yang bakal menjadi kediaman baru kami sekeluarga. Gimana layaknya anak kecil seusia itu, aku dan Bambang asik bermain lempar batu (istilahnya dulu main jauh-jauhan melempar batu). Kami sambil tertawa melihat siapa yang paling jauh melempar, memang didepan kami ada sebuah kubangan got yang agak dalam dari situlah kejadian itu bermulai. Entah terpeleset atau memang akunya ga bisa diam, akhirnya aku terjatuh kedalam kubangan got tersebut. Sontak Bambang terkejut dan dia berteriak ke ayahku, dia bilang aku tercebur ke dalamg got. Tanpa pikir lama ayahku masuk kedalam got itu, saat ia turun kubangan itu dalamnya kurang lebih sedada ayahku. Bayangkan, gimana ga dalem untuk ukuran anak 3 tahun seperti aku.

    Alhamdulillah ternyata Allah masih sayang sama aku dan berkat bantuan Bambang juga aku akhirnya selamat walau pakian aku berlumuran lumpur. Dengan mata yang berlinang karena kaget dan takut, aku pulang bersama ayah dan Bambang. Saat aku sudah duduk dibangku SD, aku sudah tidak tinggal di kontrakan lagi, alhamdulillah rumah yang ayah bangun sudah bisa ditempati walau lantainya masih tanah. Namun masih patut disyukuri karena sudah tidak ngontrak lagi, mengingat pekerjaan ayah hanya seorang tukang jahit yang warung kiosnya juga ngontrak. Entah disengaja atau memang berjodoh, aku dan Bambang kembali menjadi tetangga karena orang tua Bambang membangun rumahnya pas disamping rumah aku. Maka makin dekatlah keluarga aku dengan keluarga Bambang.

Saat aku dan Bambang sudah masuk kelas 1 SD. Kami sama-sama diantar ke sekolah oleh Ibu masing-masing dan aku terbilang anak yang cengeng saat pertama masuk sekolah dulu hehehe. Aku masih ingat wangi penghapus saat masuk SD dulu, ya, wangi karet seperti permen. Jarak sekolah dari tempat aku tinggal memang tidak terlalu jauh, hanya sekali naek mobil angkutan umum dan aku masih ingat harga ongkosnya Rp. 50,- dan aku biasa berangkat dan pulang bareng Bambang. Sepulang sekolah dulu, kami punya kebiasan cari kendaraan yang tidak ada kernetnya karena bisa bayar Rp. 50,- untuk berdua hehehe. (Bersambung)