RSS Feed

Selasa, 03 November 2009

Ku Ingin Selamanya

Cinta adalah misteri dalam hidupku
Yang tak pernah ku tahu akhirnya
Namun tak seperti cintaku pada dirimu
Yang harus tergenapi dalam kisah hidupku

Ku ingin slamanya mencintai dirimu
Sampai saat ku akan menutup mata dan hidupku
Ku ingin slamanya ada di sampingmu
Menyayangi dirimu sampai waktu kan memanggilku

Ku berharap abadi dalam hidupku
Mencintamu bahagia untukku
Karena kasihku hanya untuk dirimu
Selamanya kan tetap milikmu

Di relung sukmaku
Ku labuhkan s'luruh cintaku
Di hembus nafasku
Ku abadikan s'luruh kasih dan sayangku

Jumat, 30 Oktober 2009

Dapatkah Aku Belayar Mencari Penawar Sepi










Hati ku terluka kerinduan…
Mencari wajah disebalik mata…
Hati ku kusut kesepian…
Tanpa cinta dari Dia…

Dapatkah aku merindui Mu…
Dalam takbir Al-Quran…
Dapatkah aku mencintai Mu…

Dalam tirai perjalanan…
Telah ku teroka segala Rahsia…
Walau mendung menunjuk hampa…
Telah ku menoktahkan dalam lena…
Walau mentari muncul bahagia…

Dapatkah aku memburu Mu…
Dalam segala kepahitan mengundang…
Dapatkah aku melihat Mu…
Dalam segala kekusutan mendatang…

Ke mana harus ku tuju…
Segala rindu mencengkam jiwa…
Ke mana harus ku mengadu…
Segala cinta didalam jiwa…

Dapatkah aku memeluk Mu…
Dalam lena tidur ku…
Dapatkah aku sembah Mu…
Dalam sujud diatas sejadah ku…

Dimana kewujudan diri Mu…
Tunjukkan kepada hamba Mu ini…
Dimana tempat tepat Mu…

Akan ku cari wajah Mu…
Walaupun ku mati dalam penglihatan ini…
Kerana diriMu…
Aku belayar mencari penawar sepi…


Nukilan:
Dhamah Syifflah

Kamis, 29 Oktober 2009

Hampir 29 Tahun…


 Ya, kurang lebih 29 tahun kebersamaan aku dengan Bambang. Kami berteman sejak berumur belum satu tahun dan saat aku masih dikandungan Ibu…hehehe. Memang pada awalnya karena orang tua aku dengan keluarga Bambang hidup bertetangga, kami tumbuh dari ekonomi dan latar belakang keluarga yang biasa-biasa saja. Tinggal di kontrakan yang agak sedikit kumuh namun warganya amat bersahabat dan kekeluargaan, maklum karena mayoritasnya adalah pendatang (perantau).

    Ada kejadian yang sampai saat ini tidak dapat aku lupakan, kira-kira saat itu usia aku 3 tahun. Dimana ayahku sedang sibuk bersama tukang-tukang membangun rumah baru yang bakal menjadi kediaman baru kami sekeluarga. Gimana layaknya anak kecil seusia itu, aku dan Bambang asik bermain lempar batu (istilahnya dulu main jauh-jauhan melempar batu). Kami sambil tertawa melihat siapa yang paling jauh melempar, memang didepan kami ada sebuah kubangan got yang agak dalam dari situlah kejadian itu bermulai. Entah terpeleset atau memang akunya ga bisa diam, akhirnya aku terjatuh kedalam kubangan got tersebut. Sontak Bambang terkejut dan dia berteriak ke ayahku, dia bilang aku tercebur ke dalamg got. Tanpa pikir lama ayahku masuk kedalam got itu, saat ia turun kubangan itu dalamnya kurang lebih sedada ayahku. Bayangkan, gimana ga dalem untuk ukuran anak 3 tahun seperti aku.

    Alhamdulillah ternyata Allah masih sayang sama aku dan berkat bantuan Bambang juga aku akhirnya selamat walau pakian aku berlumuran lumpur. Dengan mata yang berlinang karena kaget dan takut, aku pulang bersama ayah dan Bambang. Saat aku sudah duduk dibangku SD, aku sudah tidak tinggal di kontrakan lagi, alhamdulillah rumah yang ayah bangun sudah bisa ditempati walau lantainya masih tanah. Namun masih patut disyukuri karena sudah tidak ngontrak lagi, mengingat pekerjaan ayah hanya seorang tukang jahit yang warung kiosnya juga ngontrak. Entah disengaja atau memang berjodoh, aku dan Bambang kembali menjadi tetangga karena orang tua Bambang membangun rumahnya pas disamping rumah aku. Maka makin dekatlah keluarga aku dengan keluarga Bambang.

Saat aku dan Bambang sudah masuk kelas 1 SD. Kami sama-sama diantar ke sekolah oleh Ibu masing-masing dan aku terbilang anak yang cengeng saat pertama masuk sekolah dulu hehehe. Aku masih ingat wangi penghapus saat masuk SD dulu, ya, wangi karet seperti permen. Jarak sekolah dari tempat aku tinggal memang tidak terlalu jauh, hanya sekali naek mobil angkutan umum dan aku masih ingat harga ongkosnya Rp. 50,- dan aku biasa berangkat dan pulang bareng Bambang. Sepulang sekolah dulu, kami punya kebiasan cari kendaraan yang tidak ada kernetnya karena bisa bayar Rp. 50,- untuk berdua hehehe. (Bersambung)

Kamis, 17 September 2009

Segelas Es Teh Manis

Matahari siang ini memang tidak terasa terik bahkan di sebagian tempat nampak mendung, tapi entah mengapa udara yang terasa amatlah panas. Aku masih melaju sepeda motor dengan cepat mengingat waktu sudah agak siang, ditambah udara yang agak membuat tubuh sedikit berkeringat. Sesampai di tempat tujuan terlihat orang-orang yang berlalu lalang dengan kesibukanya masing-masing, memang ini hari ini adalah hari terakhir masuk kerja karena esok sudah masuk libur hari raya. Aku urus semua adminitrasi dan masuk dalam antrian, agar lekas selesai lalu bisa kembali bekerja.

Waktu menunjukan pukul 11:00 WIB udara semakin panas namun langit masih terlihat mendung tapi ada yang menarik disini, aku lihat jalan raya saat ini agak tidak terlalu padat seperti biasanya. Mungkin saat ini sebagian orang sudah pulang kampung maklum hari raya sudah tinggal dalam hitungan hari, biasanya aku tempuh sampai satu jam kini bisa ditempuh hanya 45 menit. Kadang aku berandai-andai bila Jakarta setiap hari ini mungkin para pekerja yang berangkat kerja tidak akan nampak tergesa-gesa dalam mengejar waktunya.

Dengan sedikit santai aku lajukan sepeda motor walau panas dari udara yang ada masih terasa, sehingga baju yang aku kenakan agak sedikit basah karena keringat yang mengucur. Tepat pukul 12:05 WIB aku tiba dikantor lalu aku bergegas menujua ruangan dengan peluh dibadan dan memang sedikit lelah, aku bingung matahari tidak telalu terik tapi kenapa udaranya terasa agak sedikit panas. Setibanya dimeja aku langsung melepaskan penat dengan bercengkrama dengan teman-teman kantor, ternyata dengan senyum mereka saat aku tiba dapat menghilangkan sedikit penat.

Kini aku merasakan dehidrasi yang membuat tenggorokan kering bahkan air ludah pun agak susah untuk ditelan, sehingga aku terbesit dihati alangkah nikmatnya saat tiba dimeja kantor sudah tersedia segelas es teh manis. Astagfirullah aku tidak boleh begitu karena saat ini bulan Puasa dan aku sendiri sedang berpuasa, aku tersenyum lalu menghilangkan pikiran yang dapat merusak ibadah puasa ini. Karena kurang lebih 2-3 hari lagi aku akan berjumpa dengan hari kemenangan bagi setiap yang menjalankan ibadah puasa, sedangkan segelas teh manis tetap akan dapat aku jumpai saat berbuka puasa nanti sore.


Ramadhan, 27 1430 H

Rabu, 16 September 2009

Antara Subuh , bulan sabit dan Ramadhan


Semilir angin berhembus menembus setiap apa yang dilaluinya, dari dinding-dinding rumah sampai setiap daun telinga umat manusia. Angin itu mengantarkan suara adzan yang berkumandang diwaktu subuh, aku masih asik duduk bersila diatas sadjah yang agak sedikit lusuh. Tak lama aku berdiri lalu aku bergegas keluar rumah, angin yang sejuk menggetarkan setiap kulit ku dingin namun menyegarkan. Nampak segelintir orang yang mengenakan mukena, sarung dan koko sepertinya mereka juga akan sama pergi menuju dimana suara adzan itu memanggil. Ya, sebuah mushola kecil yang terletak ditengah-tengah perkampungan.


Aku buka pintu mushola secara perlahan dan terlihat beberapa jemaah sholat subuh sibuk dengan aktivitasnya masing-masing, dari solat Sunnah sampai dzikir sambil menunggu Imam Mushola datang. Aku beridiri untuk mengerjakan sholat Sunnah Fajar, tak lama berselang qomat pun di kumandangnkan. Barisan shaf pun mulai dirapikan untuk mengerjakan sholat berjamaah, sang Imam yang sudah terlihat renta mulai mengakat tangan sambil bertakbir kemudian terdengar lantunan ayat-ayat suci Al-Quran yang menggetarkan hati.


Lepas solat semua masih sibuk dengan doa dan dizkir, aku masih tenggelam dengan lantunan dzikir dan doa agar hari ini sampai malamnya mendapat keberkahan, setelah itu aku bergegas pulang. Diluar masih nampak gelap dan dingin pun masih menyelimuti, aku berjalan sambil memandang langit terlihat bulan sabit dikelilingi taburan bintang yang bersinar. Aku jadi teringat saat bulan sabit ini datang dimana awal datang Ramadhan mempunyai bentuk yang sama, namun memiliki waktu yang berbeda.


Seiring kembalinya bulan sabit seperti awalnya menandakan akan berakhirnya juga Ramadhan ini, ada rasa kesedihan namun ada juga rasa gembira. Kesedihan akan perpisahan dengan bulan mulia ini dan gembira akan menyambut hari kemenangan, kupandang bulan sabit sambil hati ini bertasbih kepada-Nya.






Ramadhan, 29 1430 H

Jumat, 22 Mei 2009

Jika Kau Sayang Padaku


Jika kau sayang padaku
teruslah sayang padaku
tapi aku tak bisa memaksamu
karena itu cintamu
aku hanya bisa menerima
dan hidup di dalamnya
penuh bahagia

Jika kau benci padaku
bertanyalah pada dirimu
apamu yang terganggu
dengan adanya aku
dari situ kita berdua belajar
siapa kau
dan siapa aku

Jika kau sama denganku
jangan sesali kepergianku
karena kehilangan yg terbesar bukanlah
kematianku
tetapi apa yang mati di antara kita
ketika aku masih ada

Dan jika cinta memang ada di antara kita
aku tak akan pergi jauh darimu
hidup terus dihatimu
menghangatkanmu dalam kedinginan
menenangkanmu dalam kemarahan
membawa senyum dalam saat-saat sepi,
aku tidak tidur
aku tidak mati
akulah kekuatan bagimu
selalu ada




Jumat, 27 Februari 2009

Di Balik Jeruji besi

"Nal, emak pergi kepasar dulu ya, nanti kalau airnya sudah mendidih tolong matiin kompornya. sekalian juga masukin air panasnya ketermos," itulah ibuku yang memulai hari-harinya pergi kepasar untuk membeli bahan-bahan makanan yang akan Ibu jual di warung makan depan rumah. memang bukan rumah makan mewah, namun dengan rumah makan tersebut dapat menjadikan aku seorang guru di salah satu sekolah dimana aku tinggal.

"Pak, belum berangkat kerja?" ujar aku kepada Bapak yang sedang asyik menonton televis sambil ditemani secangkir teh hangat dan 3 potong pisang goreng. belum nal, lagi seru nih beritanya. kamu sudah sarapan nal? tadi emak kamu sudah bikin nasi goreng sebelum berangkat ke pasar.